Bandung – Penjabat Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin menyesalkan sikap oknum petugas Bawaslu Jabar yang bertindak arogan.
Yakni, dengan menegur keras dengan nada tinggi (marah), kepada sejumlah awak media ketika melakukan peliputan.
Dalam pernyataannya Kamis 4 Januari 2024 Bey mengatakan, tindakan oknum ASN Bawaslu itu tidak perlu dilakukan, karena jika ada ketidaksesuaian dengan protokol dapat disampaikan dengan baik.
Terlebih kata Bey, terkait proses tahapan Pemilu 2024, wartawan memiliki tugas dan fungsi sebagai lembaga pengawas, untuk memastikan jalannya pesta demokrasi berjalan jujur dan adil.
“Wartawan bagian dari kontrol,” tegas Bey. Ia juga menyampaikan, akan segera melakukan koordinasi dengan Bawaslu Jabar, agar bersikap wajar dan berharap kejadian serupa tidak terulang.
“Saya nanti akan koordinasi dengan Bawaslu (Jabar). Jangan marah-marah,” katanya.
Sebelumnya, seorang oknum petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar, terindikasi menghalangi tugas peliputan wartawan di Kantor Bawaslu Jabar, pada Rabu 3 Januari.
Oknum petugas yang belakangan diinformasikan merupakan ASN bagian administrasi keuangan tersebut, terindikasi menghalangi tugas jurnalistik lewat teguran bernada marah.
Petugas layangkan pernyataan bernada marah kepada para wartawan, setelah liputan tentang laporan narasumber ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran pemilu.
Oknum petugas wanita itu berdalih setiap tugas liputan di lingkungan Kantor Bawaslu Jabar di Jalan Turangga Bandung itu, harus mendapat izin meski yang diwawancarai bukan narasumber dari Bawaslu Jabar.
“Ini dari mana? Mau ketemu siapa? Sudah ada izin belum? Liputan di sini harus izin, tidak bisa sembarangan,” kata oknum petugas tersebut.
Padahal, sejumlah wartawan yang hadir ke Kantor Bawaslu Jabar itu hendak mewawancarai anggota TPD Ganjar-Mahfud, Rafael Situmorang.
Para pewarta juga sempat melakukan konfirmasi pada yang bersangkutan. Namun ditanggapi dengan kemarahan yang meninggi, sehingga para wartawan mengalah dan pergi dari lokasi.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap jurnalis dalam menjalankan profesinya.
Jaminan itu kemudian dipertegas dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 5 Tahun 2008, tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni Pasal 18 ayat (1) UU Pers dinyatakan, menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.***