Jakarta – Gencarnya pemerintah membagi-bagikan bantuan sosial (bansos) beras, ditengarai jadi penyebab seretnya pasokan ke pasaran hingga harganya melonjak.
Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan, meminta pemerintah terbuka soal penyaluran bansos jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebab katanya, dikhawatirkan data penyaluran bansos itu tidak sesuai dengan kebutuhan penerima, sehingga menyebabkan terganggunya pasokan beras di pasaran.
“Di tahun politik momentum ini patut diduga dijadikan alat elektoral dengan beberapa lintas Kementerian terkait, kami hanya menduga ke arah sana,” aku Reynald, Senin 12 Februari 2024.
“Untuk itu posisi hari ini mohon dibuka data sebaran bansos masyarakat, jangan sampai masyarakat yang mampu mendapatkan bantuan tersebut,” katanya.
Menurutnya, penyaluran bantuan sosial memang dari konstitusi. Namun perlu dipastikan penyaluran beras tersebut harus sesuai dengan kebutuhan para penerima.
Dengan demikian, stok beras untuk pasokan ke pasaran tetap terjaga dan tidak menimbulkan gejolak harga di pasaran.
“Penerima bansos itu bagi mereka yang kurang mampu. Jika datanya bisa diperlihatkan kepada publik kita bisa tahu, apakah bantuan beras itu benar kepada mereka yang tak mampu,” tanya Reynald.
“Jangan sampai kalangan menengah yang mampu mendapatkan bansos, sedangkan yang tidak mampu dirundung masalah,” lanjutnya.
Selain itu Reynald menduga, adanya ‘mafia’ beras yang mengambil beras langsung ke produsen, sehingga membuat pasokan beras ke pasaran menjadi berkurang.
“Untuk ‘mafia’ hampir setiap komoditas, ada beberapa orang yang mengambil partai besar tidak di pasar tetapi langsung ke produsen besar,” tegasnya.
Reynaldi menambahkan, pihaknya juga mendapati laporan untuk harga beras medium terkerek menyentuh Rp 13.500 per kg, sedangkan beras premium mencapai Rp 18.500 per kg.
Sejauh ini, kedua harga jenis beras tersebut sudah melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengaku, saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan suplai beras, terutama premium lokal dengan kemasan 5 kg.
Roy Mandey menyatakan, keterbatasan suplai beras tersebut disebabkan karena saat ini belum memasuki masa panen, yang diperkirakan pada pertengahan Maret 2024.
Selain itu, bersamaan pula dengan belum masuknya beras jenis medium (SPHP), yang diimpor pemerintah.
Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara suplai dan demand itulah yang mengakibatkan kenaikan harga beras di pasar ritel modern (toko swalayan), dan pasar rakyat (pasar tradisional).
Kondisi itu katanya, mendongkrak harga beras di pasaran di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan, merembet juga ke berbagai komoditi lainnya.
Apalagi pada Februari ini, adalah momentum para peritel melakukan pembelian dari produsen guna persiapan pasokan pada gerai ritel modern.
“Menyediakan bahan pokok ini penting bagi masyarakat jelang bulan suci Ramadan pada pertengahan bulan Maret, dan merayakan Idulfitri”. ***