Washington – Jilatan api Matahari cukup kuat untuk mengionisasi sebagian atmosfer Bumi terdeteksi satelit. Badai Matahari itu pun terjadi dan dirasakan dampaknya di Bumi.
Para ilmuwan melihat jilatan api yang meletus dari dasar Matahari pada 28 Maret, menggunakan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Suar itu dikategorikan sebagai suar X1.1. Menurut NASA, suar kelas X adalah jenis ledakan paling kuat yang bisa dihasilkan matahari.
Dilansir Space, SpaceWeather.com menyebut badai Matahari itu sangat dahsyat hingga mengakibatkan matinya radio gelombang pendek di Samudera Pasifik.
Ledakan Matahari itu juga disertai dengan semburan plasma sangat besar, yang dikenal sebagai coronal mass ejection (CME).
Ilmuwan NOAA awalnya khawatir CME akan bertabrakan dengan Bumi, berpotensi mengakibatkan badai geomagnetik yang dapat berdampak pada satelit, komunikasi radio dan infrastruktur lain.
Namun, beruntung itu tidak terjadi. Suar Matahari sendiri ledakan besar yang terjadi di permukaan yang memancarkan semburan besar radiasi elektromagnetik.
Peristiwa itu terjadi setelah suar kelas X “ganda” yang terjadi 25 Maret, memicu badai geomagnetik paling kuat di planet kita dalam 6 tahun terakhir.
Banyaknya peristiwa Matahari terjadi secara berturut-turut membuat ilmuwan berpikir, Matahari mungkin telah memasuki era ledakan aktivitas puncaknya.
Hal tersebut apa yang dikenal sebagai solar maksimum, yang tampaknya dimulai setahun lebih awal dari perkiraan.
Namun demikian, peneliti harus menunggu hingga Matahari ‘tenang’ untuk mengetahui secara pasti mengenai kondisi tersebut.
Semburan api kelas X paling sering terjadi pada saat matahari maksimum, yang merupakan bagian dari siklus 11 tahun Matahari.
Sejauh ini, tahun 2024 tujuh suar kelas X termasuk yang terbaru, telah meledak dari Matahari. Jumlahnya sudah setengah dari jumlah suar yang mencapai Bumi pada 2023. ***